A.
Sebab-Sebab
Kemunduran Islam Pada Zaman Modern
Fenomena tentang arus globalisasi kini muncak pada abad ke-21 ditandai dengan kemajuan ilmu penegetahuan, teknologi, komunikasi, informasi dan transportasi telah menghasilkan pradigma baru bari kehidupan umat manusia di Indonesia pada khususnya,dalam kontek ini umat islam cenderung kurang mampu mengikuti perkembangn zaman. Dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengarahkan perubahan kehidupan kearah yang lebih baik umat islam saat ini sangatlah lemah dan rumit sekali untuk mewujudkan impian menjadi umat yang nomer satu dari sector pendidikan, ekonomi dan kebudayaan, dan semua itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya melainkan ada pengaruh, baik dari dalam ataupun dari luar.
1.
Sebab-Sebab
Kemunduran Islam Pada Zaman Modern Dalam bidang ekonomi
Saat ini secara ekonomi ummat Islam dikuasai oleh orang-orang kafir.
Ummat Islam bukan sebagai produsen atau penghasil. Tapi hanya sebagai
pembeli/pemakai. Jika orang-orang kafir mengembargo, maka ummat Islam akan
kesulitan.
Sumber daya dan kekayaan alam negara-negara Islam saat ini dikuasai oleh
orang-orang kafir. Minyak, gas, emas, tembaga, perak, boleh dikata dikelola
oleh Multi National Company (MNC) dari negara-negara Barat yang perekonomiannya
didominasi Yahudi bekerjasama dengan segelintir pemimpin Muslim yang korup.
Ummat Islam hanya mendapat persentase yang amat kecil. Akibatnya ummat
Islam jadi miskin, sementara orang-orang kafir bertambah kaya. Ummat Islam
sering kesulitan dana untuk membangun masjid, sekolah-sekolah Islam dan tidak
mampu menyantuni fakir miskin dan anak Yatim. Banyak anak-anak miskin yang
berkeliaran di jalan mencari makan.
Nabi Muhammad bukan hanya mengadakan boikot terhadap produk asing. Tapi
bahkan melarang orang-orang kafir masuk ke kota Mekkah. Padahal saat itu
perekonomian masih dikuasai oleh orang-orang kafir. Ketika sebagian orang Islam
ada yang khawatir nanti bisa susah/miskin, Allah menghibur mereka:
”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu
najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan
jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan
kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At Taubah:28]
Justru dengan melarang orang-orang kafir masuk, ummat Islam malah mandiri
di bidang ekonomi dan menjadi lebih makmur.
Sebagai contoh, jika minyak, gas, emas, tembaga, perak, dan sebagainya
dikelola oleh ummat Islam sendiri, maka semua keuntungan masuk ke tangan ummat
Islam. Bukan recehan kecil yang hanya nol sekian persen yang diberikan oleh
orang-orang kafir tersebut.
Ada beberapa factor yang disoroti oleh Djamali, sebagai fonomena kemuduran
umat, yaitu: kemunduran bidang agama, akhlak, keterbelakangan ilmu
pengatahuan, dan teknologi, keterbelakangan ekonomi, social, kesehatan,
politik, manajemen, dan bidang pendidikan, secara global di dunia islam,
factor-faktor tersebut yang menperlemah peran umat islam
dalam memaksimalkan kemampuan atau daya saing dalam pecaturan dunia
global. Umat Islam nampaknya masih kurang memiliki daya saing
global karena keterbelakangan sistemik yang belum bisa dieliminir melalui
upaya melejitkan potensi dan kemampuan kompetitif serta kooperatif umat
islam. Sudah saatnya umat islam menetapkan strategi mewujudkan
kemajuan dan kedamaian dalam tatanan dunia baru islam tidak hanya
melalui peran politik, tetapi justru melalui pemantapan peran kulturalisasi
islam secara komperehensif khususnya di bidang pendidikan..
Semua persoalan yang memperlemah kondisi umat harus diatas melalui upaya
strategis memperkuat sumber daya umat islam, baik sumber daya
manusia, alam, sosial, IPTEK, maupun modal /keuangan. Salah satu upaya
strategis kearah peningkatan kualitas umat adalah dengan membenahi sistem pendidikan
yang secara langsung berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia
berkualitas sesuai keperluan lokal, Nasional, regional, dan global.
Ketersediaan sumberdaya manusia (human resources) atau SDM unggul yang mampu
menjawab persaingan dan bekerja sama mewujudkan kebaikan untuk semua. harus
menjadi visi perjuangan umat dalam semua level dan
segmen kehidupan.
Tantangan Globalisasi Terhadap
Pendidikan Islam
Ada dua event yang hampir bersamaan, munculnya pada saat indonisia memasuki
abad melenium ketiga, pertama, Globalisasi, di
akibatkan kemajuan ilmu dan teknologi terutama komunikasi dan transpormasi,
sehingga dunia semakain menjadi tampa batas. Hal ini tentu akan berakibat
munculnya budaya global dalam budaya global ini di tandai dalam bidang ekonomi,
perdagangan akan menuju kepada terbentuknya pasar bebas, baik dalam
kawasan ASEAN, asia pasifik, bahkan akan meliputi seluruh dunia, dan bidang
politik akan semakin tumbuh semangat demokratisasi, dalam bidang budaya
akan terjadi pertukaran budaya antarbangsa yang berlangsung begitu cepat yang
saling berpengaruh memengaruhi, dalam bidang social akan muncul semangat
konsumeris yang tinggi di sebabkan pabrik-pabrik yang memproduksi
kebutuhan-kebutuhan konsumeris akan berupaya memproduk barang-barang baru yang
akan bertukanr dengan cepat pada setiap saat dan merangsang manusia untuk
memilikinya.
Dengan wajah lamanya. Wajah baru Indonesia itu adalah wajah baru yang akan
memunculkan masyarakat madani, yakni masyarakat yang berperadaban dengan
menekankan pada demokratisasi dan hak-hak asasi manusia serta hidup dalam
berkeadialan.
Tantangan globalisasi ini menuntut kepada perhatian yang
sungguh-sungguh dari semua lapisan masyarakat untuk menghadapi dampak
negativnya tantangan pertama bagi dunia pendidikan adalah kwalitas, di
era globalisasi pada dasarnya muncul era kometisi, berbicara kompetisi adalah
berbicara keunggulan , menurut Tilaar manusia unggul manusia yang
akan surviv di dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan.
Karena itu salah satu persoalan yang muncul bagaimana upaya untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, membentuk manusia unnggul
partisipatoris yaitu manusia yang ikut serta secara aktif dalam
persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik (Tilaar, 1999:56). Keunggulan
partisipatoris itu dengan sendirinya adalah berkewajiban untuk menggali
dan mengembangkan seluruh potensi manusia yang akan di gunakan dalam kehidupan
yang penuh dengan persaingan yang semakin hari semakin tajam.
Menurut Center for Moderate
Muslim Indonesia, setidaknya ada tiga tantangan pokok yang dihadapi pendidikan
Islam di Indonesia dalam menelusuri arus global yaitu:
1. Konformisme kurikulum dan sumber daya manusia.
Konformisme atau cepat merasa puas dengan keadaan yang ada
menjadi kendala mendasar dalam mengembangkan kurikulum pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan dasar dan menengah masih menggunakan model kurikulum
lama dengan mengandalkan pendidikan dasar agama sebagai bekal mengajarkan
pendidikan agama lebih lanjut kepada masyarakat. Pembahasan yang diajarkan pun
masih banyak menekankan aspek normatif dengan (mohon maaf) menegesampingkan
aspek transformatif dalam konteks sosio-kultural masyarakat kita. Jangan kaget,
apabila ada sekelompok ikhwan yang sudah
merasa cukup hanya dengan mengkaji ilmu-ilmu keislaman yang
datang dari tokoh-tokoh salaf dan menganggap tabu ilmu-ilmu lain (kontemporer)
yang sebenarnya sama pentingnya. Kiranya kita perlu menata ulang pemahaman
hadis Nabi Muhammad SAW; “man arod al dunya fa ‘alaihi bi al ‘ilmi, wa man
aroda al’akhirota fa ‘alaihi bi al ‘ilmi, wa man ‘arodahuma fa ‘alaihi bi al
‘ilmi”.
2.
Perubahan Sosial Politik
Iklim sosial politik kita yang
tidak menentu ikut memberi warna pada dunia pendidikan Islam. Sebagai negara
demokrasi, politik merupakan hal yang tak bisa terhindarkan. Bahkan, tidak
sedikit ulama (pengampu pendidikan Islam) menceburkan diri dalam kancah politik
praktis. Mereka yang seharusnya berperan sebagai wasit, malah ikut andil
menendang bola. Lalu apa yang terjadi dengan umat yang ditinggalkannya?
Santri-santrinya? Lembaga pendidikannya? (biar mereka sendiri yang
menjawab).
3. Perubahan
orientasi.
Sang Proklamator Bung Hatta pernah mengatakan, agama hidup di masyarakat,
sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mempunyai dinamika dan perubahan.
Oleh sebab itu, para pendidik agama pun harus bisa menangkap dan tanggap
terhadap “roh” perubahan, agar Islam senantiasa compatible dengan perkembangan
masyarakat. Pertanyaannya kemudian, sudahkah kita dan para tokoh agama merespon
wejangan Sang Proklamator? Atau kita hanya menghormati dan mengingat beliau
sebatas mengikuti rituak 17 Agustus-an tanpa mengindahkan gagasan-gagasan
beliau?
Hari ini, tidak sedikit lembaga pendidikan Islam yang masih alergi dengan
filsafat, bahkan ilmu sosial lainnya yang dituding sebagai bentuk hegemoni
Barat di bidang ilmu pengetahuan. Kejumudan intelektual akut sedang dialami umat.
Orientasi dari sekedar mendidik untuk memahami ilmu (pengetahuan) agama an sich
harus di re(de)konstruksi menjadi paham terhadap ilmu agama, ilmu sosial, ilmu
alam, dan ilmu humanior.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Pendidikan Islam
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat
manusia dari berbagai aspek kehidupan, baik aspek social polotik, ekonomi,
kebudayaan dan lain-lain termasuk pendidikan, dalam hal ini globalisasi telah
merubah kehidupan sehari-hari terutama di rasakan sekali oleh Negara berkembang
dan pada saat yang sama telah menciptakan system-sistem dan kekuatan-kekuatan
trens nasional baru.
Globalisasi telah mempengaruhi generasi muda islam terutama di
Negara-negara timur tengah atau Negara-negara islam dan Negara-negara
berkenbang, seperti Indonesia budaya komunisme, hedonism, dan ketergantungan
terhadap budaya barat menjadi fenomina baru bagi generasi muda islam kita,
model dan cara berpakaian yang tidak islami(mempertontonkan aurat)
jenis makanan dan minuman yang di nikmati sujah jauh dari menu dan ke
khasan local pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal
tatakrama meraja lela dimana-mana, semakin terkikisnya nilai kekeluargaan dan
gotong- royong dan sebagainya adalah merupakan pengaruh negative dari
globalisasi.
Dalam hal tujuan dardapat kecendrungan
yang mengarah materialismE, sehingga hal pertama yang mungkin dikatakan oleh
orang tua siswa atau siswa, adalah lembaga adakah pendidikan tempat ia belajar
dapat menjamin kehidupanya?demikiannya dengan kurikulumnya lebih mengarah pada
bagaimana hal-hal yang materialistic itu dapat di capai, dalam hal
ini belajar lenbih terfokus pada aspek penguasaan ilmu (kognitif) belaka
ketimbang bagaimana seseorang siswa memiliki sikap yang sesuai dengan
nilai-nilai islam.
Dalam pergaulan antara sesama siswa, tidak jarang kita ketahui dari
berbagai media massa yang pemperlihatkan kondisi yang memperhatinkan akibat
dari penjajagan budaya barat yang mengumbar pergaulan bebas demikian
halnya dengan hubungan guru dengan murid sering kita dapatkan
informasi yang membuat bulu kuduk kita berdiri, yaitu dengan
berlangsungnya hubungan bebas guru-murid karena barter nilai dan tidak jarang
pula terdapat hubungan guru murud yang tidak harmunis di sebabkan akhlak
siswa terhadap guru yang kurang menempatkan kedudukan guru pada posisi yang
tepat di karenakan kesenjangan ekonomi antara guru dan orang tua murid yang
bagaikan langit dengan bumi.
Proses globalisasi yang sedemikian berpengaruh bagi kelangsungan
perkembangan identitas tradisional dan nilai-nilai agama tentu saja tidak dapat
di biarkan begitu saja, kalangan agamawan, pemikir, pendidik, bahkan penguasa
harus merespon secara kontruktif terhadap berbagai persoalan yang di timbulkan
sebagai akibat dari pengaruh globalisasi ini.
2.
Upaya
Penyelesaian / Solusinya
Mamfaat
Globalisasi Terhadap Pendidikan Islam
Bila dielajari lebih jauh,
globalisasi membawa pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru
terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negative. Pengaruh positif
dari globalisasi yaitu membantu / mendorong negara-negara baru berkembang untuk
maju secara teknis,serta menjadi lebih sejahtera secara material.
Dengan demikian tidak bisa kita
pungkiri, juga bahwa globalisasi juga memiliki mamfaat
(Pengaruh Yang Positif) bagi kehidupan umat
manusia kita ketahuai bahwa globalisasi juga erat kaitanya dengan era informasi
dan tehnolog canggih.
Era global /informasi menjadikan
semua transparan , apa yang terjadi di belahan dunia yang satu, di belahan
dunia yang lain dapat juga dengan cepat di ketahui hubungan seseorang dengan
yang lainya,tehnologi komunikasi menjadi sedemikian dekat gampang dan mudah,
informasi pengetahuan dan lain-lainya dengan mudah kita daptkan dari
berbagai media, seperti radio, televisi, internet, Koran, majalah dan lain
sebagainya dengan demikian banyak hal yang dapat mendorong pendidikan untuk
meningkatkan kwalitas dirinya baik dalam hal kelembagaan , tujuan, kurikulum,
metode, dan lain sebagainya.
Upaya Kita Dan Lembaga Pendidikan
Islam Dalam Menghadapi Globalisasi
Globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak
eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh
semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis
di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali
seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam
bukan sekedar modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi,
rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan
sumbangan besar bagi pencapaian tahap tinggal landas.
Untuk lebih jelas dari upaya dan usaha itu kami
uraukan sebagai berikut:
1. Sikap Kita Terhadap
Globalisasi
Dalam
menyikapi isu globalisasi umat islam terbagi kedalam tiga kelompok,
yaitu yang menerima secara mutlak menolak sama sekali, dan pertengahan yakni
menyikapinya secara proposional.
Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara mutlak adalah orang
yang di sebutkan oleh rosulullah dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti
cara-cara dan ajaran-ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika
umat lain itu masuk ke lubang biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para
penyeru westnerisasi yang berlebihan didunia arab da islam.
Kelompok kedua, orang ynag menolak sama sekalai adalah yang menjahuai
hal-hal yang baru tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi , politik dan
sebagainya,mereka beruzlah dan menyiongkir, selain kelompok ini terdapat
kelompok lain yang sering di sebut dengan kelompk fudemintas, bedanya
mereka tidak mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan
dengan yang mereka tentang atau tolak.
Mereka menganggap bahwa globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang
telah mereka jaga selama-bertahun-tahun, ke khawatiran mereka terletak pada
“westernisasi ”dan pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
Kelompok ketiga, adalaah kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya
secara proposianal, menurut yusuf qordawi inilah sikap yangbaik sebagai
cermin sebagai manhaj islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang
mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, faham
tentanng risalahnya, dan memegang teguh orisinalitasnyaia tidak menghindar dari
hala-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan.di antara sikap yang
tepat menghadapi globalisasi sebagaimana tersebut di atas adalah sikap proporsional
yakni tidak berlebihan dalm menolak dan menerimanya, kita tentu dapat
memilah milih dana memilih-milih mana yang di anggap baik dan sesuai dengan
ajaran islam dan mana yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Terhadap pengaruh
yang baik, tentu dengan senang hati dapatkah kita terima dan bahkan jika
memungkinkan mengembangkanyauntuk mendapat mamfaat yang lebih baik.
2.
Sikap
Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Globalisasi
Ketika
berhadapan dengan ide-ide informasi dan polarisasi ideology dunia terutama di
dorong oleh kemajuan iptek modern, pendidikan islam tidak terlepas dari
berbagai tantangan. Dalam menghadapi berbagai tantangan dan dampak tersebut
pendidikan islam harus memiliki berbagi strategi sebab agama harus menjawab
tantangan yang relative dekat di hadapan kita dalam hal ini urusan dunia,
selain berhubungan dengan urusan perakhiratan jadi harus di jawab sejauhmana
agama kini bisa menjawabtanyangan kemajuan itu, iptek harus di kuasai, tetapi
kini tiudak boleh di tinggalkan sehingga bisa membentuk sumberdaya manusia yang
handalmenurut BPPN bahwa cara terbaik mengatasi kemungkinan dampak nigatif
adalah melalui peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama
serta pendidikan moral pada khususnya pada dasranya PPKn atau pendidikan
kewarga negaraan, dan agama sangat relefan untuk penanggulangan dampak
negative dari tekhnologi dan informasi, hanya saja untuk kondisi dalam era
reformasi sekarang ini di perlukan pengkajian ulang terhadap metode
pengembangan dan pengajaranya sehingga penanaman sikap maupun penghayatan
nilai-nilai relegius akan semakin menghasilkan prilaku yang lebih baik.
Sedangkan
lembaga yang sangat berperan dalam tantangan itu adalah pesantren madrasah
menempati peran strategis bagi pendidikan generasi muda ummat Islam karena di
sanalah tempat kebanyakan anak para santri mempersiapkan diri untuk menjalankan
peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari.
Dibandingkan dengan pendidikan
di sekolah umum, madrasah mempunyai misi yang mulia. Ia bukan saja
memberikan pendidikan umum (seperti halnya sekolah umum) tetapi juga memberikan
pendidikan agama , sehingga, kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya
akan dapat hidup bahagia di dunia dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena
ketaatannya pada ajaran agama) Madrasah yang hanya menekankan pendidikan
agama dan mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan
potensi untuk bahagia di akhirat saja.Dalam kaitannya dengan era globalisasi
dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga
menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka
masuki. Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan
oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan
pembangunan bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar